" hai Rere..apakabarmu? maaf aku lama tak membalas pesan2mu dan e-mailmu yang masuk ke inboxku. Internetku mati Re..uda hampir 1-2bulan ini. Yah tepatnya dicabut. Jadi bagaimana dan di mana dirimu sekarang....?"
Rere tersenyum segaris tipis, tipisnya seperti tarikan pensil tangan bocah yang baru belajar menulis. Saking tipisnya tak ada beda dengan miris. Apalagi yang bisa kubagi denganmu Ta, yang ada aku hanya terus mengurangi jatahku berteman denganmu. Karena mata telinga dan hatimu selalu kian luas untuk menampungku dan kisah haruku. Sedangkan kamu selalu ada tanpa menuliskan tangismu di diariku. ah Gita..aku kangen kamu banget Ta. Kangen tatapan binar kamu ketika kamu melihatku ceria. Kangen juga aku ditatap nanar amarah matamu ketika kamu tahu,aku sahabat rapuhmu ini, belum berhenti juga disakiti.
" hamdulillah aku begini Ta, baik dalam setiap penderitaan sekalipun, kebaikan itu akan selalu menjaga kita kan ketika kita terus yakin Allah hanya ingin membuat kita makin mendekat padaNya...aku tetap berpijak Ta di bumi indah kita ini. Dengan atau tanpa cinta manusia....tentu masih ada cintamu tuk aku ini kan Ta...."
Tangan Rere lantas kaku saat ia mengingat janji itu lagi. Janji pada sebuah nyawa yang kini telah Allah genggam erat. Bisa apa aku kini, selain dari menjaga kehormatan ini. Semua yang telah ia bangun lalu dirubuhkan wanita itu, bangun lagi dan dirubuhkan lagi, ia cukupkan di lahan ini. Ya, Rere kali ini merasa ia perlu berpikir ulang. Semuanya terpatri kuat sekuat ia mau menghapusnya. GTH that woman, elu bukan sesiapa yang pantas habisin waktu gue...Time flies Re, dan kamu masih juga belum beranjak. Desah perlahannya membuat gemericik air tak dapat ia dengar. "Reeeeeee..lo ngapain aja sih dari tadiiii... itu air uda meleber kayak apaaan tau!!!"
*see u next part....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar